Rasa Aman Publik Semakin Tergerus
Jakarta, Kompas - Berbagai kejahatan menggunakan senjata api yang terjadi selama ini menjadi bukti semakin tergerusnya rasa aman dalam masyarakat. Bahkan rasa aman itu tak muncul saat ada aparat kepolisian karena aparat Polri juga menjadi sasaran kejahatan.
Fenomena semakin menipisnya rasa aman publik itu terasa dalam tiga tahun terakhir. Hal itu tampak dari maraknya kasus kekerasan, terutama perampokan, pembunuhan, dan penyerangan terhadap aparat Polri dengan pelaku menggunakan senjata api. Kasus ini terjadi dari Sumatera sampai Papua.
Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Jakarta, Indriyanto Seno Adji, Minggu (5/6) di Jakarta, mengakui, berbagai tindak pidana dengan pelaku menggunakan senjata api memang merusak rasa aman dalam masyarakat. Apalagi, kejahatan itu juga menimpa aparat kepolisian, dan belum terlihat upaya nyata pemerintah untuk mengatasinya. ”Pemerintah harus melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi ini,” katanya.
Pertama, pemerintah, terutama penegak hukum, harus memberikan tindakan hukum yang keras bagi pelaku kejahatan untuk memberikan efek jera. Kedua, jika kejahatan semacam ini melemah, pemerintah harus mendorong penguatan kembali kultur sosial dan kebersamaan masyarakat dalam mencegah tindak kejahatan.
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito, mengungkapkan, fenomena kekerasan dengan senjata api, yang mengikis rasa aman dalam masyarakat, sebenarnya juga menunjukkan ada problem struktural dan ketegangan sosial yang terakumulasi di masyarakat. Peran negara yang seharusnya menjamin perlindungan warga malah terfragmentasi. Negara tak kuat dan tidak solid untuk melindungi warganya.
”Negara seharusnya hadir untuk memastikan siapa pun warga negara sipil terlindungi. Dengan demikian, penembakan, teror, tindak kriminal, dan intimidasi tidak membuat warga semakin ketakutan,” kata dia.
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, juga mengungkapkan, rasa aman di masyarakat kini terusik dengan kejahatan bersenjata yang makin marak. Pelaku kejahatan mudah menembak target yang dianggap sebagai lawan untuk mencapai tujuannya.
Oleh sebab itu, kata Thamrin, aparat keamanan, termasuk masyarakat, harus berupaya mendeteksi secara dini peredaran senjata api yang bisa dipakai dalam aksi kejahatan. Pemerintah juga perlu mengatasi pengangguran dan ketimpangan sosial yang menjadi salah satu pemicu munculnya kejahatan.
”Belum semua senjata di daerah konflik diamankan. Kelompok masyarakat masih menyimpan karena merasa suatu saat konflik masih dapat terjadi. Keberadaan senjata itu dapat disalahgunakan atau diperjualbelikan,” kata Thamrin. Senjata itu bisa digunakan untuk melakukan aksi kejahatan.
Peningkatan kualitas
Secara terpisah, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar menuturkan, pelaku kejahatan selalu mencari alat yang mudah untuk melakukan aksinya. ”Senjata api adalah alat yang efektif untuk mencapai tujuan dan melumpuhkan orang yang dianggap lawan, baik aparat maupun korban,” katanya.
Menurut Boy, senjata api dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti pasar gelap, daerah konflik, termasuk dari oknum aparat yang lalai. Karena itu, pencegahan dini terhadap peredaran senjata gelap menjadi sangat penting.
Jajaran Polda Metro Jaya, seperti disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar di Jakarta, Minggu, pun mengakui ada peningkatan kualitas kejahatan di wilayah Jakarta dan sekitarnya, terutama Bekasi. Untuk itu, selain meningkatkan patroli dan razia, Polri juga berharap ada peningkatan kewaspadaan dalam masyarakat.
”Secara kuantitas, dari tahun ke tahun terjadi penurunan jumlah tindak pidana atau kejahatan. Namun, dari kualitas, kami akui terjadi peningkatan. Indikasinya, pelaku kejahatan kini makin tidak segan melukai korbannya, juga kepada polisi,” kata Baharudin.
Menurut dia, pada empat bulan terakhir 2011 saja kejahatan yang dilaporkan dari seluruh wilayah hukum Polda Metro Jaya, yakni Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang, mencapai sekitar 25.000 laporan. Pada periode yang sama tahun 2010, 2009, dan 2008, masing-masing ada sekitar 25.000, 27.000, dan 30.000 laporan. ”Jadi, dari jumlah, kecenderungannya memang menurun,” katanya.
Dari sisi kualitas, kecenderungannya meningkat. Indikasinya, sasaran pelaku kejahatan, khususnya perampokan, adalah orang atau tempat penghasil atau penyimpan uang dalam jumlah besar, seperti bank. Pelaku juga menggunakan senjata api, tidak lagi mengandalkan senjata tajam seperti pada masa lalu. Dari beberapa peristiwa, kejahatan dilakukan pada siang hari.
”Saat ini, penggunaan senjata api yang diduga dipakai pelaku kejahatan dan yang kami sita dari pelaku kejahatan masih dalam pendataan yang lebih akurat,” ungkapnya.
Sementara ini, senjata api yang disita dari pelaku kejahatan adalah buatan tangan atau rakitan industri rumahan, bukan produk pabrikan. Sejauh ini tak ada anggota Polda Metro yang memakai senjata api untuk perampokan atau terlibat dalam perampokan. ”Mudah-mudahan tak akan pernah ada,” ujar Baharudin.
Untuk menekan kejahatan itu, jajaran Polda Metro Jaya meningkatkan patroli wilayah. ”Untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, kami melibatkan pihak lain, yakni pengamanan swakarsa dalam masyarakat,” tuturnya.
Negara terlalu gaduh
Arie Sujito pun menilai, negara ini terlalu gaduh dan terlalu banyak terlibat kontroversi. Pejabat negara sering kali mengeluarkan pernyataan yang justru menimbulkan ketegangan, kegalauan, dan keresahan di masyarakat. Padahal, negara seharusnya menjadi jawaban atas kegalauan masyarakat.
”Misalnya, ada kasus pembobolan bank yang meneror, jangan kemudian konferensi pers untuk menciptakan wacana. Diam-diam sajalah, tetapi ambil tindakan. Baru kemudian hasilnya disampaikan kepada publik. Masyarakat itu butuh tindakan konkret dan terukur,” paparnya.
(fer/ndy/ana/faj/rts)
sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2011/06/06/0230152/
Opini Saya :
Menurut saya, tingkat keamanan di Indonesia memang sudah menurun dibandingkan pada masa pemerintahan Soeharto. Hal ini dikarenakan hukum yang ditegakkan di Indonesia kurang tegas dalam menindaklanjuti kejahatan-kejahatan di Indonesia. Zaman sekarang ini sangatlah mungkin bila pelaku kejahatan bekrjasama dengan penegak hukum. Hal ini dikarenakan hukum zaman sekarang dapat dibeli dengan uang dan kualitas penegak hukum juga sudah jauh menurun. Oleh karena ini, seirig dengan perkembangan zaman maka harus diimbangi juga dengan perkembangan kualitas penegak hukum itu sendiri karena pelaku kejahatan sekarang ini sudah semakin pintar, bahkan mereka sudah bisa merakit senjata api sendiri. Selain itu tugas pemerintah juga harus dapat menekan tingkat kemiskinan di Indonesia karena apabila orang-orang miskin di Indonesia berkurang maka tingkat kejahatan di Indonesia pun akan berkurang. Hal tersebut dikarenakan para pelaku kejahatan rata-rata melakukan kejahatan dikarenakan alasan ekonomi keluarga. Oleh karena itu marilah kita sebagai warga indonesia bersama-sama memperbaiki bangsa Indonesia menjadi bangsa yang aman seperti dahulu karena tindakan dari pemerintah saja tidak akan cukup untuk mengatasi masalah ini apabila tidak ada kesadaran masing-masing dari diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar