Selasa, 29 Oktober 2013

9 . PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Proses Mempengaruhi dalam Organisasi

Segala sesuatu memerlukan proses, termasuk proses untuk mencapai tujuan pribadi maupun kelompok dalam organisasi. Dalam mencapai tujuan organisasi baik pemimpin maupun anggota memiliki tanggung jawab masing-masing. Pemimpin dan anggota berhubungan timbal balik dan kinerjanya akan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan organisasi. Pengaruh adalah kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau kelompok. Elemen proses mempengaruhi ada 3 yaitu
a. Orang yang mempengaruhi
b. Metode yang mempengaruhi
c. Orang yang dipegaruhi
Memang dalam organisasi tugas pemimpin adalah mempengaruhi anggota yang dipimpinnya tersebut agar bertindak baik untuk mencapai visi dan misi dalam organisasi. Tetapi perilaku anggota organisasi juga dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan dari pemimpin. Proses saling mempengaruhi memiliki metode yang diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Kekuatan fisik, metode ini dilakukan menggunakan fisik, seperti menggunakan tangan dalam mempengaruhi individu maupun kelompok (berhubungan dengan kekerasan).
  • Penggunaan sanksi, metode ini dilakukan dengan memberikan sanksi kepada individu maupun kelompok, sanksi yang diberikan berupa sanksi positif maupun negatif.
  • Keahlian, metode ini dilakukan dengan keahlian, seseorang yang mempengaruhi mempunyai keahlian dalam mempengaruhi individu maupun kelompok.
  • Kharisma (daya tarik), pada metode ini seseorang yang dipengaruhi akan tertarik kepada orang yang mempengaruhi, karena orang tersebut memiliki kharisma tanpa harus menggunakan kekuatan fisik, sanksi maupun keahlian.
Pengaruh dapat terjadi antar perorangan artinya seseorang mempengaruhi seseorang yang lainnya, kelompok dengan seseorang dan seseorang dengan kelompok.
Hubungan antara kekuasaan dan pengaruh diantaranya dikemukakan oleh Analisis French-Raven intinya adalah sebagai berikut:
Mereka mendifiniskan kekuasaan berdasarkan pada pengaruh, dan pengaruh berdasarkan pada perubahan psikologis. Pengaruh adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang dalam organisasi (masyarakat) terhadap orang lain. Konsep penting atas gagasan ini adalah bahwa kekuasaan merupakan pengaruh laten (terpendam) sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan dalam kenyataan (yang direalisasikan).
Sumber:

8 . PROSES MEMPENGARUHI

Proses Mempengaruhi dalam Organisasi

Segala sesuatu memerlukan proses, termasuk proses untuk mencapai tujuan pribadi maupun kelompok dalam organisasi. Dalam mencapai tujuan organisasi baik pemimpin maupun anggota memiliki tanggung jawab masing-masing. Pemimpin dan anggota berhubungan timbal balik dan kinerjanya akan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan organisasi. Pengaruh adalah kegiatan yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau kelompok. Elemen proses mempengaruhi ada 3 yaitu
a. Orang yang mempengaruhi
b. Metode yang mempengaruhi
c. Orang yang dipegaruhi
Memang dalam organisasi tugas pemimpin adalah mempengaruhi anggota yang dipimpinnya tersebut agar bertindak baik untuk mencapai visi dan misi dalam organisasi. Tetapi perilaku anggota organisasi juga dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan dari pemimpin. Proses saling mempengaruhi memiliki metode yang diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Kekuatan fisik, metode ini dilakukan menggunakan fisik, seperti menggunakan tangan dalam mempengaruhi individu maupun kelompok (berhubungan dengan kekerasan).
  • Penggunaan sanksi, metode ini dilakukan dengan memberikan sanksi kepada individu maupun kelompok, sanksi yang diberikan berupa sanksi positif maupun negatif.
  • Keahlian, metode ini dilakukan dengan keahlian, seseorang yang mempengaruhi mempunyai keahlian dalam mempengaruhi individu maupun kelompok.
  • Kharisma (daya tarik), pada metode ini seseorang yang dipengaruhi akan tertarik kepada orang yang mempengaruhi, karena orang tersebut memiliki kharisma tanpa harus menggunakan kekuatan fisik, sanksi maupun keahlian.
Pengaruh dapat terjadi antar perorangan artinya seseorang mempengaruhi seseorang yang lainnya, kelompok dengan seseorang dan seseorang dengan kelompok.
Hubungan antara kekuasaan dan pengaruh diantaranya dikemukakan oleh Analisis French-Raven intinya adalah sebagai berikut:
Mereka mendifiniskan kekuasaan berdasarkan pada pengaruh, dan pengaruh berdasarkan pada perubahan psikologis. Pengaruh adalah pengendalian yang dilakukan oleh seseorang dalam organisasi (masyarakat) terhadap orang lain. Konsep penting atas gagasan ini adalah bahwa kekuasaan merupakan pengaruh laten (terpendam) sedangkan pengaruh merupakan kekuasaan dalam kenyataan (yang direalisasikan).
Sumber:

7 . TEORI MOTIVASI

TEORI TEORI MOTIVASI

         Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan..
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat menjadi seperti apa. Landy dan Becker membuat pengelompokan pendekatan teori motivasi ini menjadi 5 kategori yaitu teori kebutuhan,teori penguatan,teori keadilan,teori harapan,teori penetapan sasaran.

A. TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW (1943-1970)

Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.
 







• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.

B. TEORI MOTIVASI HERZBERG (1966)
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).

C. TEORI MOTIVASI DOUGLAS McGREGOR
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer
a.       karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b.      karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c.       Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d.      Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan dengan kerja.

Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y :
  1. karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain.
  2. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.
  3. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
  4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.

D. TEORI MOTIVASI VROOM (1964)
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
• Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan

E. Achievement TheoryTeori achievement Mc Clelland (1961),
 yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
• Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
• Need for Power (dorongan untuk mengatur)

F. Clayton Alderfer ERG
 Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.  

6 . MOTIVASI

Motivasi' adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[1] Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.[2]
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.[2] Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Sejarah Teori Motivasi

Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi.[2] Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. [2]Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.[2]

Teori hierarki kebutuhan

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow.[3] Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap dirimanusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).[3]
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan.[3] Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.[3] Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.[3]
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif.[3]. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.[3]

Teori kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya[5]. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:[5]
    • kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
    • kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
    • kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

Teori evaluasi kognitif

Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.[6] Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.[6]

Teori penentuan tujuan

Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. [7] Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. [8]

Teori penguatan

Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. [9]

Teori Keadilan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.[9]

Teori harapan

Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.[9]

Area motivasi manusia

Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cintaseks, dan pencapaian.[10] Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.

Variabel-Variabel Motivasi

Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur (1987) dalam Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari: (1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive); (2) Pengharapan atas lingkungan kerja (Expectation); (3) Kebutuhan atas imbalan (Insentive). Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive).

Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut.

REFERENSI : http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi

5 . STRATEGI PENYESELAIAN KONFLIK

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK

Menurut Stevenin
            (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik.Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasikesulitan:
1. Pengenalan
            Kesenjangan antara keadaan yang ada di identifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya.Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
            Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalahutama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
            Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis.Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
            Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
            Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Menurut Stevenin
            (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, adahal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalammasyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentumerupakan kesempatan yang terbesar.
Menurut Wijono
(1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:
Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
1. Menciptakan kontak dan membina hubungan
2. Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3. Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4. Menentukan tujuan
5. Mencari beberapa alternative
6. Memilih alternative
7. Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
1. Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu ataukelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipeutama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
            Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
            Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2. Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
            Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dankekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanyarintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifatindividu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehinggatercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secaraoptimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3. Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
            Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap danketerampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibatdalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 caradidalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonalyaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving)
            Usaha untuk menyelesaikansecara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation)
            Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik.


Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
1. Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
            Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakanhirarki struktural (structural hierarchical).
2. Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention inLateral Conflict)
            Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibatkonflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3. Pendekatan Sistem (System Approach)
            Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatansistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4. Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
            Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinyareorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapaikedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasikonflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsiorganisasi menjadi kabur.


sumber :http://www.scribd.com/doc/78981334/Makalah-Dinamika-Konflik-Dlm-Organisasi

4 . JENIS DAN SUMBER KONFLIK

Jenis dan Sumber Konflik

Pengertian Konflik
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya.
Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.
Beberapa Faktor Penyebab Konflik
Perbedaan individu yang didasari oleh perbedaan pendirian dan perbedaan perasaan. Setiap manusia memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda, sehingga dalam menilai sesuatu tentu memiliki penilaian yang berbeda-beda. Misalnya masyarakat menilai kebijakan pemerintah mengenai menaikkan harga BBM karena harga bahan mentah naik. Tentu setiap masyarakat akan menilai dengan pemikirannya masing-masing yang mungkin secara umum terbagi menjadi kelompok yang pro dan kontra.
Perbedaan kebudayaan sehingga membentuk pribadi yang berbeda
Orang dari kebudayaan berbeda, misalnya orang jawa dengan orang papua yang memiliki budaya berbeda, jelas akan membedakan pola pikir dan kepribadian yang berbeda pula. Jika hal ini tak ada suatu hal yang dapat mempersatukan, akan berakibat timbulnya konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Manusia merupakan mahkluk yang unik karena satu dengan yang lain relative berbeda. Berbeda pendirian, pemikiran, perilaku, kebiasaan, dsb. Dari perbedaan itu tentu timbul perbedaan kepentingan yang latar belakangnya juga berbeda. Misalnya mengenai masalah pemanfaatan hutan. Para pecinta alam menganggap hutan sebagai bagian dari lingkungan hidup manusia dan habitat dari flora dan fauna. Sedangkan bagi para petani hutan dapat menghambat tumbuhnya  jumlah areal persawahan atau perkebunan. Bagi para pengusaha kayu tentu ini menjadi komoditas yang menguntungkan. Dari kasus ini ada pihak – pihak yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan, sehingga dapat berakibat timbulnya konflik.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan merupakan suatu hal yang wajar didalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi perubahan yang sangat cepat akan memicu timbulnya konflik. Misalnya masyarakat pedesaan yang secara umum matapencariannya bertani yang hidupnya bergotong-royong dengan jadwal waktu yang relative tidak mengikat, kemudian tumbuh suatu industry dengan waktu yang relative cepat dengan kebiasaan cenderung individualis, disiplin kerja dan waktu kerja ditentukan, yang secara umum mengubah nilai-nilai masyarakat desa tadi, tentu  akan menimbulkan konflik berupa penolakan diadakannya industry di wilayah itu.
Akibat-akibat dari konflik.
Konflik dapat baik dan tidak baik. Konflik berakibat tidak baik seperti :
  1. Menghambat komunikasi, karena pihak-pihak yang berkonflik cenderung tidak berkomunikasi.
  2. Menghambat keeratan hubungan.
  3. Karena komunikasi relative tidak ada, maka akan mengancam hubungan pihak-pihak yang berkonflik.
  4. Mengganggu kerja sama.
  5. Hubungan yang tidak terjalin baik, bagaimana mungkin terjadi kerjasama yang baik.
  6. Mengganggu proses produksi,bahkan menurunkan produksi.
  7. Kerja sama yang kurang baik, maka produktifitas pun rendah.
  8. Menimbulkan ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
  9. Karena produktifitas rendah, timbullah ketidakpuasan terhadap pekerjaan.
  10. Yang kemudian berakibat pada individu mengalami tekanan, mengganggu konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustasi dan apatisme.
Konflik berakibat baik seperti:
  1. Membuat suatu organisasi hidup, bila pihak-pihak yang berkonflik memiliki kesepakatan untuk mencari jalan keluarnya.
  2. Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu akibat dari konflik, yang tujuannya tentu meminimalkan konflik yang akan terjadi dikemudian hari.
  3. Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan dalam system serta prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan organisasi.
  4. Memunculkan keputusan-keputusan yang inovatif.
  5. Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
Sedangkan menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel jenis-jenis konflik terbagi atas :
  1. Konflik intrapersonal.
    • Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi pada saat yang bersamaan memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
  2. Konflik interpersonal.
    • Konflik ini adalah konflik seseorang dengan orang lainnya karena memiliki perbedaan keinginan dan tujuan.
    • Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok, Hal ini sering kali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas yang ditekankan pada kelompok kerja mereka . Sebagai contoh seorang individu dapat dikenai hukuman karena tidak memenuhi norma-norma yang ada.Konflik interorganisasi.
  3. Konflik antar grup dalam suatu organisasi adalah suatu yang biasa terjadi, yang tentu menimbulkan kesulitan dalam koordinasi dan integrasi dalam kegiatan yang menyangkut tugas-tugas dan pekerjaan. Karena hal ini tak selalu bisa dihindari maka perlu adanya pengaturan agar kolaborasi tetap terjaga dan menghindari disfungsional.
Cara-Cara Mengatasi Konflik
Mengatasi konflik antara pihak-pihak yang bertikai tergantung pada kemauan pihak-pihak yang berkonflik untuk menyelesaikan masalah. Selain itu juga peran aktif dari pihak luar yang menginginkan redanya konflik. Berikut adalah cara-cara untuk mengatasi konflik yang telah terjadi :
  1. Rujuk
    • merupakan usaha pendekatan demi terjalinnya hubungan kerjasama yang lebih baik demi kepentingan bersama pula.
  2. Persuasi
    • mengubah posisi pihak lain, dengan menunjukan kerugian yang mungkin timbul, dan bukti factual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
  3. Tawar-menawar
    • Suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dengan mempertukarkan kesepakatan yang dapat diterima.
  4. Pemecahan masalah terpadu
    • Usaha pemecahan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua belah pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternative pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.
  5. Penarikan diri
    • Cara menyelesaikan masalah dengan cara salah satu pihak yang bertikai menarik diri dari hubungan dengan pihak lawan konflik. Penyelesaian ini sangat efisien bila pihak-pihak yang bertikai tidak ada hubungan. Bila pihak-pihak yang bertikai saling berhubungan dan melengkapi satu sama lain, tentu cara ini tidak dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik.
  6. Pemaksaan dan penekanan
    • Cara menyelesaikan konflik dengan cara memaksa pihak lain untuk menyerah. Cara ini dapat dilakukan apabila pihak yang berkonflik memiliki wewenang  yang lebih tinggi dari pihak lainnya. Tetapi bila tidak begitu cara-cara seperti intimidasi, ancaman, dsb yang akan dilakukan dan tentu pihak yang lain akan mengalah secara terpaksa.
Berikut contoh kasus konflik yang pernah terjadi :
  1. Konflik Vietnam  berubah menjadi Perang
  2. Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbulkekerasan. Hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina
  3. Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
  4. Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras da etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda dan Kazakhstan.
Sumber :
http://wiki.co.id dan http://worpress.com

3 PENGERTIAN KONFLIK

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Definisi konflik

Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli.
  1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
  2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
  3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
  4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
  5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
  6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
  7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
  8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
  9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
  10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Konflik Menurut Robbin

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain:
  1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
  2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View. Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
  3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri, dan kreatif.

Konflik Menurut Stoner dan Freeman

Stoner dan Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):

  1. Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik.
  2. Pandangan modern. Konflik tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.

Konflik Menurut Myers

Selain pandangan menurut Robbin dan Stoner dan Freeman, konflik dipahami berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: tradisional dan kontemporer (Myers, 1993:234)
  1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari.
  2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan sebagai konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antarpribadi bahkan merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar di dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif, melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun organisasi tersebut, misalnnya bagaimana cara peningkatan kinerja organisasi.

Konflik Menurut Peneliti Lainnya

  1. Konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi. Hal ini dimaksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berarti kita harus mengetahui kemampuan dan perilaku komunikasi. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk. Menurut Myers, Jika komunikasi adalah suatu proses transaksi yang berupaya mempertemukan perbedaan individu secara bersama-sama untuk mencari kesamaan makna, maka dalam proses itu, pasti ada konflik (1982: 234). Konflik pun tidak hanya diungkapkan secara verbal tapi juga diungkapkan secara nonverbal seperti dalam bentuk raut muka, gerak badan, yang mengekspresikan pertentangan (Stewart & Logan, 1993:341). Konflik tidak selalu diidentifikasikan sebagai terjadinya saling baku hantam antara dua pihak yang berseteru, tetapi juga diidentifikasikan sebagai ‘perang dingin’ antara dua pihak karena tidak diekspresikan langsung melalui kata – kata yang mengandung amarah.
  2. Konflik tidak selamanya berkonotasi buruk, tapi bisa menjadi sumber pengalaman positif (Stewart & Logan, 1993:342). Hal ini dimaksudkan bahwa konflik dapat menjadi sarana pembelajaran dalam memanajemen suatu kelompok atau organisasi. Konflik tidak selamanya membawa dampak buruk, tetapi juga memberikan pelajaran dan hikmah di balik adanya perseteruan pihak – pihak yang terkait. Pelajaran itu dapat berupa bagaimana cara menghindari konflik yang sama supaya tidak terulang kembali di masa yang akan datang dan bagaimana cara mengatasi konflik yang sama apabila sewaktu – waktu terjadi kembali.

Teori-teori konflik

Ada tiga teori konflik yang menonjol dalam ilmu sosial. Pertama adalah teori konflik C. Gerrtz, yaitu tentang primodialisme, kedua adalah teori konflik Karl. Marx, yaitu tentang pertentangan kelas, dan ketiga adalah teori konflik James Scott, yaitu tentang Patron Klien.

penyebab konflik

  • Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
  • Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
  • Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Parapetani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politikekonomisosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
  • Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik

Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
  • Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
  • Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
  • Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
  • Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
  • Konflik antar atau tidak antar agama
  • Konflik antar politik.
  • konflik individu dengan kelompok

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
  • meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
  • keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
  • perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
  • kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
  • dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
  • Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
  • Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Contoh konflik

Lihat pula